MEMAHAMI SENI BERPIDATO
AS-SYAHID AL-IMAM HASSAN AL-BANNA
Seni berpidato merupakan
sebuah keterampilan yang memerlukan pembelajaran dan juga pengalaman. Menurut
ilmu psikologi, seni berpidato adalah apa yang
dikomunikasikan yang dapat difahami secara langsung oleh objek yang ditujukan.
Apabila seorang pendakwah ingin diterima oleh orang lain, khususnya objek
dakwah, maka keterampilan dalam berbicara dan berkomunikasi merupakan perkara
yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk itulah, seorang pendakwah perlu
memiliki persiapan dalam mengikat hati kumpulan sasar. Ketika para sahabat
berada di dalam majlis bersama Rasulullah SAW mendengarkan wasiat-wasiat
baginda, mereka
1. Merasakan seolah-olah bumi berhenti
berputar.
2. Menggambarkan seolah-olah mereka hanya
ada bersama Rasulullah SAW.
3. Melupakan harta dunia yang dimiliki
mereka.
4.
Melupakan anak dan isteri di rumah.
Hati mereka tertumpu kepada
wasiat Rasulullah SAW yang agung. Kata-kata dari lisan Rasulullah SAW membasuh
jiwa mereka sehingga jiwa mereka menjadi tenang. Wasiat-wasiat Rasulullah SAW
tentang akhirat mampu meluncurkan air mata para sahabat. Inilah kekuatan kalam
Rasul SAW. Seorang sahabat, Abu Najih Al ‘Irbad bin Sariyah berkata :
“Rasulullah SAW memberi kami wasiat yang membuatkan hati kami bergetar dan mata
kami menangis.” Begitulah Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalah kepada para
sahabat. Baginda terkenal sebagai seorang yang fasih bahasanya dan santun tutur
katanya sehingga ramai orang yang segera menyambut risalah dakwah baginda.
Dalam dunia dakwah kini,
sebahagian pendakwah yang belum biasa berpidato di depan khalayak umum, ramai
yang merasa kesulitan dalam menyampaikan sebuah risalah kepada para pendengarnya
sehingga ia tidak dapat menguasai para pendengar yang menyebabkan risalah yang
disampaikan tidak berkesan ke dalam jiwa para pendengarnya. Setiap pendakwah
hendaklah mengetahui cara untuk dapat menarik perhatian para pendengarnya.
Namun, sebelum mereka dapat melaksanakan tugas tersebut, ada beberapa persiapan
yang perlu diperhatikan seperti berikut :
PERTAMA : PERSIAPAN DIRI
Yakin Kepada Diri Sendiri
Kita mestilah :
a. Menjadikan motivasi sebagai bahan bakar.
b. Menjadikan keyakinan terhadap diri
sendiri sebagai gas.
c. Menjadikan kesedaran diri sebagai brek.
Percaya dan yakin kepada diri
sendiri membuatkan kita dapat melakukan komunikasi dengan baik kepada kumpulan
sasar. Dengan percaya kepada diri sendiri, seorang pendakwah mampu memindahkan
fokus dirinya dari perangkap ketakutan akan kegagalan dan kerugian ke arah cara
pandang yang optimis tentang berbagai kesempatan dan kejayaan. Mengenali
Karakter Diri Seorang pendakwah seharusnya dapat mengenal dan meletakkan
dirinya dalam situasi yang dialami oleh kumpulan sasar. Dengan cara ini,
pendakwah tersebut akan mampu untuk bersikap lebih objektif dalam
berkomunikasi. Pendakwah seharusnya juga dapat menyampaikan ilmu dengan
“bahasa” yang difahami kumpulan sasar “ خطيبوا الناس بلغة قومهم ” (Berbicaralah kepada manusia dengan bahasa kaumnya).
KEDUA : PERSIAPAN MATERIAL
Kuasailah bahan atau material
yang akan disampaikan dengan teliti. Jangan sampai naik pentas tanpa persiapan,
menyeberangi lautan tanpa perahu, apalagi menjadi pemidato/pendakwah tanpa
persiapan sama sekali. Semuanya bermula dari membaca.
KETIGA : PERSIAPAN HATI
DAN KEIKHLASAN
Bukalah hati kita
seluas-luasnya.
1. Apa yang keluar dari hati akan sampai ke
hati.
2. Apa yang keluar dari lisan hanya akan
sampai ke telinga sahaja.
Untuk itu, pendakwah perlu
mempunyai seni untuk berpidato dari hati ke hati, di antaranya memperbanyakkan amal ibadah kepada Allah insyaAllah,
apa yang dikomunikasikan dapat meresap ke dalam hati dan mengena kumpulan sasar
iaitu objek dakwah.
Bersikap ikhlaslah untuk
menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Persiapkanlah hati dalam menerima
perkara-perkara baru yang mungkin berbeza dengan apa yang diketahui selama ini.
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbuhan pun atas seruanku kecuali kasih
sayang dalam kekeluargaan.” (QS Asy Syura
: 23)
Setelah mengetahui
persiapan-persiapan yang diperlukan dalam berpidato dan berkomunikasi, juga
diperlukan beberapa tips khusus agar komunikasi dapat berjalan secara efektif
dalam mengikat hati publik.
Tips-tips dalam berpidato
atau berkomunikasi yang boleh diamalkan dalam menyampaikan sesebuah pidato untuk
memikat hati publik:
PERTAMA : SINGKAT DAN
JELAS
Seorang pujangga pernah
mengatakan : “Orang yang banyak berpidato banyak salahnya”. Seorang pendakwah
dalam ceramahnya hendaklah tidak terlalu panjang syarahan/pidato/ceramah dan pembicaraannya.
Ceramah yang baik adalah yang bernilai isinya dan singkat penyampaiannya. Nabi
Muhammad SAW adalah teladan yang paling baik dalam berkhutbah.
Baginda berkhutbah
menyampaikan yang utama dan penting sahaja dalam jangka waktu singkat yang
diambil baginda tetapi padat dan jelas. Pembicaraa/pidato yang terbaik adalah
yang singkat dan perlu sahaja. Pembicaraan yang panjang dan terlalu banyak
tidak membawa manfaat, malah boleh mendatangkan mudharat apalagi bila
pembicaraannya banyak mengandungi lawak jenaka dengan mengabaikan isi
kandungannya.
KEDUA : TATAPAN MATA
Ada sesetengah pendakwah
ketika berceramah, ia menundukkan mukanya memandang lantai atau memandang ke
langit/syiling. Ia tidak melihat wajah-wajah pendengarnya malah tidak melihat
apa yang dilakukan oleh pendengarnya. Jika semua yang hadir tertidur sekalipun,
ia tetap tidak sedar.
Ada juga pemidato yang kepalanya
mendongak melihat jauh hingga ke luar dewan seminar/tempat ia berpidato, seolah-olah
ia berbicara kepada orang-orang yang berada berjauhan sehingga pendengarnya
merasakan tidak diperhatikan.
Ada
pendakwah/penceramah/pemidato yang melihat kepada pendengarnya.Ia menunjukkan
perhatian kepada peserta sehingga peserta memerhatikannya. Namun, ketika ada
peserta yang tidak memperhatikan dan sibuk dengan aktiviti sendiri, ia diam
tidak peka dengan suasana tersebut semata-mata dengan alasan segan atau tidak
berani.
Ada pembicara/pemidato/peceramah
yang menghadapi pendengar secara keterlaluan dengan menegurnya secara langsung
sehingga menyinggung perasaan orang yang ditegur. Ketahuilah bahwa tidak selamanya
pendengar mampu menumpukan konsentrasi untuk mendengar. Ketika timbul rasa jemu
dan bosan dalam hati pendengar, maka ia akan mulai mengalihkan perhatiannya
pada hal-hal lain. Di antara bahasa tubuh yang menampakkan rasa jemu dan bosan
oleh publik ialah:
a. Ada yang berbicara dengan teman bersebelahannya.
b. Ada yang menundukkan kepala.
c.
Ada yang mendongakkan kepala di samping merenung jauh.
d. Ada yang merasa mengantuk dan tahap
kesedarannya pun tenggelam timbul.
Ketika ada beberapa pendengar
yang dijangkiti penyakit kebosanan, maka tugas seorang pendakwah/penceramah/pemidato
adalah membawa perhatian mereka kembali pada majlis. Tatapan mata adalah sangat
efektif untuk mendapatkan perhatian dari pendengar.
Ketika ada pendengar yang
berbicara dengan kawan/teman di sampingnya, maka tataplah matanya dengan
tatapan lembut yang disertai senyuman dan bukan dengan tatapan sinis, mereka akan
berhenti berbicara dan akan fokus kepada apa yang disampaikan.
Ketika pendengar dilihat oleh
pemidato/penceramah/pembicara, mereka merasakan bahwa diri mereka diperhatikan
dan merasakan mereka adalah orang yang penting, akhirnya mereka akan
bersungguh-sungguh mendengar ceramah. Lakukan tatapan mata yang disertai
senyuman kepada pendengar masing-masing yang sedang dirawat akibat terkena
penyakit kebosanan sehingga mereka “terubat” dan dapat kembali memperhatikan
isi ceramah. Lakukan tatapan mata secara menyeluruh kepada pendengar dan jangan
hanya fokus kepada sebahagian pendengar dan mengabaikan pendengar yang lain.
KETIGA : BERTANYALAH
Salah satu kaedah untuk
menarik perhatian pendengar adalah dengan mengemukakan soalan
ringan/pertanyaan. Dengan soalan/pertanyaan, bererti seorang pemidato/pendakwah
sudah berusaha untuk berinteraksi dengan pendengar. Ada aksi berupa pertanyaan
dan ada reaksi berupa jawapan dari para pendengar. Dengan adanya interaksi soal
jawab seperti ini, pendengar tidak akan merasa bosan. Mereka merasa dilibatkan
dalam pembicaraan tersebut serta aktif dalam berusaha menyerap apa yang
disampaikan oleh penceramah/pemidato.
Secara spontan, pertanyaan
dapat menarik perhatian dan menjadikan fikiran pendengar mampu memberi
konsentrasi. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan boleh berbentuk perbualan
biasa seperti:
1. Bagaimana keadaan saudara hari ini?
2. Siapa yang merasa bahagia ketika ini?
Pertanyaan juga boleh berkait
dengan bahan/isi yang kita sampaikan misalnya:
a. Tahukah kamu apa yang dimaksudkan dengan
ikhlas itu?
b.
Mahukah saudara, saya bacakan beberapa hadith Nabi SAW mengenai perkara
ini?
c. Bilakah waktu berlakunya hari kiamat?
Dengan melontarkan
pertanyaan, seorang pemidato/pendakwah :
1. Telah berusaha memikat/menarik perhatian kumpulan
sasarnya.
2. Cuba untuk menarik fikiran pendengar.
3. Sedaya upaya berusaha menghidupkan,
menghangatkan suasana.
Dialog akan memudahkan
pendengar untuk memahami apa yang akan disampaikan, sebaliknya, monolog akan
membuatkan pendengar merasa bosan dan lebih sukar untuk memahami apa yang
disampaikan.
Mari kita teliti salah satu
dialog Rasulullah SAW bersama para sahabat ketika baginda menerangkan tentang
‘ghibah’ dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Muslim seperti berikut :
Nabi : “Tahukah kamu apakah ‘ghibah’ itu?” Sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya
lebih mengetahui.” Baginda bersabda : “Kamu menyebut-nyebut saudaramu dengan
sesuatu yang dia benci.” Baginda ditanya : “Bagaimana kalau memang saudaraku
melakukan apa yang kukatakan?” Baginda menjawab : “Kalau memang dia melakukan
seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah mengumpatnya”.
Sebaliknya jika dia tidak
melakukan apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya.” Lihatlah,
Rasulullah SAW menarik perhatian para sahabat dengan mengemukakan pertanyaan,
“Tahukah kamu apakah ghibah itu?”. Pertanyaan ini menambahkan rasa ingin tahu
para sahabat kerana mereka tidak tahu atau belum memahami apa erti ‘ghibah’
sehingga para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Setelah
itu barulah Rasulullah saw menerangkan erti ‘ghibah’. Para sahabat pun aktif
memperhatikan keterangan dari Rasulullah SAW
Ada sabahat yang bertanya,
“Bagaimana kalau memang saudaraku melakukan apa yang kukatakan?” Dengan
pertanyaan itu, para sahabat ingin lebih memahami maksud dari ‘ghibah’.
Kemudian Rasulullah SAW seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah
mengumpatnya. Sebaliknya jika dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka
kamu telah memfitnahnya” Begitulah salah satu cara Rasulullah SAW dalam
menyampaikan mesej dakwah. Rasulullah SAW sering melontarkan pertanyaan
terlebih dahulu daripada terus menerangkannya.
Rasulullah SAW pernah
bertanya kepada Mu’az bin Jabal : “Inginkah kuberi petunjuk kepadamu
pintu-pintu kebaikan?” Baginda juga bertanya : “Mahukah bila aku beritahukan
kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?”. Baginda juga
bertanya : “Mahukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”
KEEMPAT : KATAKAN, “SAYA
TIDAK TAHU”
Tidak semua pertanyaan ada
jawapannya dan tidak semua pertanyaan perlu dijawab, begitu juga tidak semua
pertanyaan boleh dijawab.
Dalam penyampaian sesuatu
tajuk syarahan/pidato/ceramah, kadang-kadang ada pertanyaan adhoc dari peserta.
Ada pertanyaan yang mudah dan ada pertanyaan yang sukar. Jika seorang penceramah/pemidato/pendakwah
menghadapi pertanyaan yang sukar maka hendaklah ia tidak memaksakan diri untuk
menjawabnya. Jika ia samar atau tidak tahu jawabannya katakan saja, “Saya tidak
tahu”. Ketahuilah bahwa perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan mengurangi ilmu
bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan suatu ilmu yang tidak semua orang
boleh memahaminya.
Orang yang pandai adalah
orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu sehingga ia mengatakan bahwa ia
tidak tahu sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui bahwa sebenarnya
ia tidak tahu. Ini sebagaimana perkataan Abu Darda’: “Perkataan orang yang
tidak mengetahui suatu permasalahan (yang ditanyakan kepadanya) ‘Aku tidak
tahu’ adalah setengah dari ilmu.”
Jika seorang pemidato/pendakwah
memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan yang ia tidak mengetahui jawapannya,
maka jawapannya :
a. Akan menjadi tidak sesuai, tidak tepat
malah salah dan dusta.
b. Tidak akan berlandaskan dalil nas yang
bersumber benar.
c. Akan menggunakan dalil yang tidak tepat.
Keadaan ini akan menjadi lebih parah jika jawapan yg diberikan tidak sesuai
dengan kebenaran. Maka, jika tidak tahu suatu permasalahan, katakan sahaja, “Saya tidak tahu”.
KELIMA : BERKATA BENAR
DENGAN CARA YANG MENARIK
Perkataan hendaklah diisi
dengan menyatakan kebenaran dan perlu dikemaskan dengan cantik, kerana
kebenaran yang tidak dikemaskan dengan rapi akan kalah dengan kebatilan yang
dikemaskan dengan menarik.
KEENAM : MUDAH DIFAHAMI
DAN BERCITA RASA TINGGI
Wasiat dan pesanan yang
dikomunikasikan mestilah mudah dan jelas. Inilah yang menjadi seni tersendiri
dari seorang pemidato/pendakwah untuk menyuarakan kebenaran dan kesegaran yang
mudah difahami dan kaya dengan pengertian yang mendalam. Aisyah ra berkata :
“Sesungguhnya perkataan Rasulullah SAW cukup jelas dan mudah difahami oleh
setiap pendengarnya”. (HR Abu Dawud)
KETUJUH : MEMILIKI ALUNAN
DAN TIDAK TERLALU CEPAT
Berbicara dan berkomunikasi
itu memerlukan seni kerana seni dapat dinikmati dan berkesan di hati. “Tidaklah Rasulullah SAW berbicara cepat seperti kamu ini,
tetapi baginda berbicara dengan perkataaan yang jelas dan dapat dihafal oleh
orang-orang yang duduk mendengarkannya” (HR Muslim) Begitu jelasnya perkataan Nabi
sehingga mudah dibilang dan disemak perkataan demi perkataan. “Adalah Nabi SAW apabila menceritakan sebuah hadith yang
seandainya dibilang perkataannya oleh penghitungnya, niscaya ia akan ketahui
jumlah perkataan baginda”. (HR.متفق عليه)
KELAPAN : PUSATKAN
PERHATIAN DENGAN BERHATI-HATI
Sebuah Hadith bahawa “Rasulullah SAW, jika Baginda
diam (jarak antara dua perkataan) cukup lama” (HR Ahmad)
KESEMBILAN : MENGULANGI
PERKATAAN
Untuk memperjelaskan sesuatu maksud,
Rasulullah SAW biasanya mengulangi sebutan perkataan sehingga tiga kali,
terutama perkataan yang sukar dari segi maknanya.
KESEPULUH : BERHUMOR DALAM KEBENARAN
Pecahkan suasana dengan sedikit
humor/teladan tanpa dusta kerana dengannya, komunikasi akan tetap segar dan
tidak membosankan. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : “Wahai Rasulullah, engkau
berlawak dengan kami?” Nabi SAW menjawab : “Aku tidak mengatakan sesuau kecuali
kebenaran”. (HR Tirmizi)
KESEBELAS : MENGGUNAKAN
BAHASA TUBUH (BODY LANGUAGES)
Menurut kajian dan
penelitian, komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh 93% lebih efektif. Contoh
komunikasi bahasa tubuh ialah menggunakan :
1. Gerakan isyarat.
2. Ekspresi wajah dan tatapan mata.
3. Penggunaan
objek seperti pakaian, potongan rambut dan sebagainya.
4.
Kaedah berpidato/berbicara seperti intonasi, penekanan, kualiti suara,
gaya emosi dan gaya berbicara.
Inilah intipatinya,
komunikasi bukan sekadar berpidato/berbicara tetapi juga melibatkan seluruh
sistem yang ada pada tubuh kita. Komunikasi diibaratkan sebagai suatu pesanan
yang boleh menjadi daya tarikan dan mampu merubah paradigma publik.
Objek dakwah amat memerlukan
seni berbicara/berpidato dan berkomunikasi para pendakwah dalam membimbing dan
memperdalamkan Islam secara baik dan sesuai dengan tingkatan kefahaman publik.
Oleh yang demikian, berilah apa yang terbaik dari diri dan potensi kami, semoga
kami juga akan mendapati merekalah yang terbaik di kalangan khalayak/kumpulan
sasaran/pendengar umum/publik.
Ya Allah, kurniakanlah hikmah
kepada kami melalui seni berpidato/berbicara dan berkomunikasi yang menarik
manusia di sekeliling kami umpama magnet yang melekatkan apa sahaja objek yang
didekati. Pindahkanlah kecintaan manusia kepada dunia dan segala perkara yang
melalaikan ke arah cinta suci kepadaMu melalui kalam/perkataan dan komunikasi
kami yang berkesan dan melekat di dinding-dinding hati manusia