Saturday, September 12, 2020

 

MEMAHAMI SENI BERPIDATO

AS-SYAHID AL-IMAM HASSAN AL-BANNA

Seni berpidato merupakan sebuah keterampilan yang memerlukan pembelajaran dan juga pengalaman. Menurut ilmu psikologi, seni berpidato adalah apa yang dikomunikasikan yang dapat difahami secara langsung oleh objek yang ditujukan. Apabila seorang pendakwah ingin diterima oleh orang lain, khususnya objek dakwah, maka keterampilan dalam berbicara dan berkomunikasi merupakan perkara yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk itulah, seorang pendakwah perlu memiliki persiapan dalam mengikat hati kumpulan sasar. Ketika para sahabat berada di dalam majlis bersama Rasulullah SAW mendengarkan wasiat-wasiat baginda, mereka

1.      Merasakan seolah-olah bumi berhenti berputar.

2.      Menggambarkan seolah-olah mereka hanya ada bersama Rasulullah SAW.

3.      Melupakan harta dunia yang dimiliki mereka.

 4.      Melupakan anak dan isteri di rumah.

 

Hati mereka tertumpu kepada wasiat Rasulullah SAW yang agung. Kata-kata dari lisan Rasulullah SAW membasuh jiwa mereka sehingga jiwa mereka menjadi tenang. Wasiat-wasiat Rasulullah SAW tentang akhirat mampu meluncurkan air mata para sahabat. Inilah kekuatan kalam Rasul SAW. Seorang sahabat, Abu Najih Al ‘Irbad bin Sariyah berkata : “Rasulullah SAW memberi kami wasiat yang membuatkan hati kami bergetar dan mata kami menangis.” Begitulah Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalah kepada para sahabat. Baginda terkenal sebagai seorang yang fasih bahasanya dan santun tutur katanya sehingga ramai orang yang segera menyambut risalah dakwah baginda.

Dalam dunia dakwah kini, sebahagian pendakwah yang belum biasa berpidato di depan khalayak umum, ramai yang merasa kesulitan dalam menyampaikan sebuah risalah kepada para pendengarnya sehingga ia tidak dapat menguasai para pendengar yang menyebabkan risalah yang disampaikan tidak berkesan ke dalam jiwa para pendengarnya. Setiap pendakwah hendaklah mengetahui cara untuk dapat menarik perhatian para pendengarnya. Namun, sebelum mereka dapat melaksanakan tugas tersebut, ada beberapa persiapan yang perlu diperhatikan seperti berikut :

PERTAMA : PERSIAPAN DIRI

Yakin Kepada Diri Sendiri Kita mestilah :

a.       Menjadikan motivasi sebagai bahan bakar.

b.      Menjadikan keyakinan terhadap diri sendiri sebagai gas.

c.       Menjadikan kesedaran diri sebagai brek.

Percaya dan yakin kepada diri sendiri membuatkan kita dapat melakukan komunikasi dengan baik kepada kumpulan sasar. Dengan percaya kepada diri sendiri, seorang pendakwah mampu memindahkan fokus dirinya dari perangkap ketakutan akan kegagalan dan kerugian ke arah cara pandang yang optimis tentang berbagai kesempatan dan kejayaan. Mengenali Karakter Diri Seorang pendakwah seharusnya dapat mengenal dan meletakkan dirinya dalam situasi yang dialami oleh kumpulan sasar. Dengan cara ini, pendakwah tersebut akan mampu untuk bersikap lebih objektif dalam berkomunikasi. Pendakwah seharusnya juga dapat menyampaikan ilmu dengan “bahasa” yang difahami kumpulan sasar “ خطيبوا الناس بلغة قومهم ” (Berbicaralah kepada manusia dengan bahasa kaumnya).

KEDUA : PERSIAPAN MATERIAL

Kuasailah bahan atau material yang akan disampaikan dengan teliti. Jangan sampai naik pentas tanpa persiapan, menyeberangi lautan tanpa perahu, apalagi menjadi pemidato/pendakwah tanpa persiapan sama sekali. Semuanya bermula dari membaca.

KETIGA : PERSIAPAN HATI DAN KEIKHLASAN

Bukalah hati kita seluas-luasnya.

1.      Apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati.

2.      Apa yang keluar dari lisan hanya akan sampai ke telinga sahaja.

Untuk itu, pendakwah perlu mempunyai seni untuk berpidato dari hati ke hati, di antaranya  memperbanyakkan amal ibadah kepada Allah insyaAllah, apa yang dikomunikasikan dapat meresap ke dalam hati dan mengena kumpulan sasar iaitu objek dakwah.

Bersikap ikhlaslah untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain. Persiapkanlah hati dalam menerima perkara-perkara baru yang mungkin berbeza dengan apa yang diketahui selama ini. “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbuhan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS Asy Syura  : 23)

Setelah mengetahui persiapan-persiapan yang diperlukan dalam berpidato dan berkomunikasi, juga diperlukan beberapa tips khusus agar komunikasi dapat berjalan secara efektif dalam mengikat hati publik.

Tips-tips dalam berpidato atau berkomunikasi yang boleh diamalkan dalam menyampaikan sesebuah pidato untuk memikat hati publik:

PERTAMA : SINGKAT DAN JELAS

Seorang pujangga pernah mengatakan : “Orang yang banyak berpidato banyak salahnya”. Seorang pendakwah dalam ceramahnya hendaklah tidak terlalu panjang syarahan/pidato/ceramah dan pembicaraannya. Ceramah yang baik adalah yang bernilai isinya dan singkat penyampaiannya. Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang paling baik dalam berkhutbah.

Baginda berkhutbah menyampaikan yang utama dan penting sahaja dalam jangka waktu singkat yang diambil baginda tetapi padat dan jelas. Pembicaraa/pidato yang terbaik adalah yang singkat dan perlu sahaja. Pembicaraan yang panjang dan terlalu banyak tidak membawa manfaat, malah boleh mendatangkan mudharat apalagi bila pembicaraannya banyak mengandungi lawak jenaka dengan mengabaikan isi kandungannya.

 

 

 KEDUA : TATAPAN MATA

Ada sesetengah pendakwah ketika berceramah, ia menundukkan mukanya memandang lantai atau memandang ke langit/syiling. Ia tidak melihat wajah-wajah pendengarnya malah tidak melihat apa yang dilakukan oleh pendengarnya. Jika semua yang hadir tertidur sekalipun, ia tetap tidak sedar.

Ada juga pemidato yang kepalanya mendongak melihat jauh hingga ke luar dewan seminar/tempat ia berpidato, seolah-olah ia berbicara kepada orang-orang yang berada berjauhan sehingga pendengarnya merasakan tidak diperhatikan.

Ada pendakwah/penceramah/pemidato yang melihat kepada pendengarnya.Ia menunjukkan perhatian kepada peserta sehingga peserta memerhatikannya. Namun, ketika ada peserta yang tidak memperhatikan dan sibuk dengan aktiviti sendiri, ia diam tidak peka dengan suasana tersebut semata-mata dengan alasan segan atau tidak berani.

Ada pembicara/pemidato/peceramah yang menghadapi pendengar secara keterlaluan dengan menegurnya secara langsung sehingga menyinggung perasaan orang yang ditegur. Ketahuilah bahwa tidak selamanya pendengar mampu menumpukan konsentrasi untuk mendengar. Ketika timbul rasa jemu dan bosan dalam hati pendengar, maka ia akan mulai mengalihkan perhatiannya pada hal-hal lain. Di antara bahasa tubuh yang menampakkan rasa jemu dan bosan oleh publik ialah:

a.       Ada yang berbicara dengan teman bersebelahannya.

b.      Ada yang menundukkan kepala.

 c.       Ada yang mendongakkan kepala di samping merenung jauh.

d.      Ada yang merasa mengantuk dan tahap kesedarannya pun tenggelam timbul.

Ketika ada beberapa pendengar yang dijangkiti penyakit kebosanan, maka tugas seorang pendakwah/penceramah/pemidato adalah membawa perhatian mereka kembali pada majlis. Tatapan mata adalah sangat efektif untuk mendapatkan perhatian dari pendengar.

Ketika ada pendengar yang berbicara dengan kawan/teman di sampingnya, maka tataplah matanya dengan tatapan lembut yang disertai senyuman dan bukan dengan tatapan sinis, mereka akan berhenti berbicara dan akan fokus kepada apa yang disampaikan.

Ketika pendengar dilihat oleh pemidato/penceramah/pembicara, mereka merasakan bahwa diri mereka diperhatikan dan merasakan mereka adalah orang yang penting, akhirnya mereka akan bersungguh-sungguh mendengar ceramah. Lakukan tatapan mata yang disertai senyuman kepada pendengar masing-masing yang sedang dirawat akibat terkena penyakit kebosanan sehingga mereka “terubat” dan dapat kembali memperhatikan isi ceramah. Lakukan tatapan mata secara menyeluruh kepada pendengar dan jangan hanya fokus kepada sebahagian pendengar dan mengabaikan pendengar yang lain.

KETIGA : BERTANYALAH

Salah satu kaedah untuk menarik perhatian pendengar adalah dengan mengemukakan soalan ringan/pertanyaan. Dengan soalan/pertanyaan, bererti seorang pemidato/pendakwah sudah berusaha untuk berinteraksi dengan pendengar. Ada aksi berupa pertanyaan dan ada reaksi berupa jawapan dari para pendengar. Dengan adanya interaksi soal jawab seperti ini, pendengar tidak akan merasa bosan. Mereka merasa dilibatkan dalam pembicaraan tersebut serta aktif dalam berusaha menyerap apa yang disampaikan oleh penceramah/pemidato.

Secara spontan, pertanyaan dapat menarik perhatian dan menjadikan fikiran pendengar mampu memberi konsentrasi. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan boleh berbentuk perbualan biasa seperti:

1.      Bagaimana keadaan saudara hari ini?

2.      Siapa yang merasa bahagia ketika ini?

 

Pertanyaan juga boleh berkait dengan bahan/isi yang kita sampaikan misalnya:

a.       Tahukah kamu apa yang dimaksudkan dengan ikhlas itu?

 b.      Mahukah saudara, saya bacakan beberapa hadith Nabi SAW mengenai perkara ini?

c.       Bilakah waktu berlakunya hari kiamat?

 

 

Dengan melontarkan pertanyaan, seorang pemidato/pendakwah :

1.      Telah berusaha memikat/menarik perhatian kumpulan sasarnya.

2.      Cuba untuk menarik fikiran pendengar.

3.      Sedaya upaya berusaha menghidupkan, menghangatkan suasana.

Dialog akan memudahkan pendengar untuk memahami apa yang akan disampaikan, sebaliknya, monolog akan membuatkan pendengar merasa bosan dan lebih sukar untuk memahami apa yang disampaikan.

Mari kita teliti salah satu dialog Rasulullah SAW bersama para sahabat ketika baginda menerangkan tentang ‘ghibah’ dalam sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Muslim seperti berikut : Nabi : “Tahukah kamu apakah ‘ghibah’ itu?” Sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Baginda bersabda : “Kamu menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Baginda ditanya : “Bagaimana kalau memang saudaraku melakukan apa yang kukatakan?” Baginda menjawab : “Kalau memang dia melakukan seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah mengumpatnya”.

Sebaliknya jika dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya.” Lihatlah, Rasulullah SAW menarik perhatian para sahabat dengan mengemukakan pertanyaan, “Tahukah kamu apakah ghibah itu?”. Pertanyaan ini menambahkan rasa ingin tahu para sahabat kerana mereka tidak tahu atau belum memahami apa erti ‘ghibah’ sehingga para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Setelah itu barulah Rasulullah saw menerangkan erti ‘ghibah’. Para sahabat pun aktif memperhatikan keterangan dari Rasulullah SAW

Ada sabahat yang bertanya, “Bagaimana kalau memang saudaraku melakukan apa yang kukatakan?” Dengan pertanyaan itu, para sahabat ingin lebih memahami maksud dari ‘ghibah’. Kemudian Rasulullah SAW seperti apa yang kamu katakan bererti kamu telah mengumpatnya. Sebaliknya jika dia tidak melakukan apa yang kamu katakan, maka kamu telah memfitnahnya” Begitulah salah satu cara Rasulullah SAW dalam menyampaikan mesej dakwah. Rasulullah SAW sering melontarkan pertanyaan terlebih dahulu daripada terus menerangkannya.

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Mu’az bin Jabal : “Inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan?” Baginda juga bertanya : “Mahukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?”. Baginda juga bertanya : “Mahukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?”

KEEMPAT : KATAKAN, “SAYA TIDAK TAHU”

Tidak semua pertanyaan ada jawapannya dan tidak semua pertanyaan perlu dijawab, begitu juga tidak semua pertanyaan boleh dijawab.

Dalam penyampaian sesuatu tajuk syarahan/pidato/ceramah, kadang-kadang ada pertanyaan adhoc dari peserta. Ada pertanyaan yang mudah dan ada pertanyaan yang sukar. Jika seorang penceramah/pemidato/pendakwah menghadapi pertanyaan yang sukar maka hendaklah ia tidak memaksakan diri untuk menjawabnya. Jika ia samar atau tidak tahu jawabannya katakan saja, “Saya tidak tahu”. Ketahuilah bahwa perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan mengurangi ilmu bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan suatu ilmu yang tidak semua orang boleh memahaminya.

Orang yang pandai adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu sehingga ia mengatakan bahwa ia tidak tahu sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui bahwa sebenarnya ia tidak tahu. Ini sebagaimana perkataan Abu Darda’: “Perkataan orang yang tidak mengetahui suatu permasalahan (yang ditanyakan kepadanya) ‘Aku tidak tahu’ adalah setengah dari ilmu.”

Jika seorang pemidato/pendakwah memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan yang ia tidak mengetahui jawapannya, maka jawapannya :

a.       Akan menjadi tidak sesuai, tidak tepat malah salah dan dusta.

b.      Tidak akan berlandaskan dalil nas yang bersumber benar.

c.       Akan menggunakan dalil yang tidak tepat. Keadaan ini akan menjadi lebih parah jika jawapan yg diberikan tidak sesuai dengan kebenaran. Maka, jika tidak tahu suatu permasalahan, katakan sahaja, “Saya tidak tahu”.

KELIMA : BERKATA BENAR DENGAN CARA YANG MENARIK

Perkataan hendaklah diisi dengan menyatakan kebenaran dan perlu dikemaskan dengan cantik, kerana kebenaran yang tidak dikemaskan dengan rapi akan kalah dengan kebatilan yang dikemaskan dengan menarik.

 

 

KEENAM : MUDAH DIFAHAMI DAN BERCITA RASA TINGGI

Wasiat dan pesanan yang dikomunikasikan mestilah mudah dan jelas. Inilah yang menjadi seni tersendiri dari seorang pemidato/pendakwah untuk menyuarakan kebenaran dan kesegaran yang mudah difahami dan kaya dengan pengertian yang mendalam. Aisyah ra berkata : “Sesungguhnya perkataan Rasulullah SAW cukup jelas dan mudah difahami oleh setiap pendengarnya”. (HR Abu Dawud)

KETUJUH : MEMILIKI ALUNAN DAN TIDAK TERLALU CEPAT

Berbicara dan berkomunikasi itu memerlukan seni kerana seni dapat dinikmati dan berkesan di hati. “Tidaklah Rasulullah SAW berbicara cepat seperti kamu ini, tetapi baginda berbicara dengan perkataaan yang jelas dan dapat dihafal oleh orang-orang yang duduk mendengarkannya” (HR Muslim) Begitu jelasnya perkataan Nabi sehingga mudah dibilang dan disemak perkataan demi perkataan. “Adalah Nabi SAW apabila menceritakan sebuah hadith yang seandainya dibilang perkataannya oleh penghitungnya, niscaya ia akan ketahui jumlah perkataan baginda”. (HR.متفق عليه)

KELAPAN : PUSATKAN PERHATIAN DENGAN BERHATI-HATI

 Sebuah Hadith bahawa “Rasulullah SAW, jika Baginda diam (jarak antara dua perkataan) cukup lama” (HR Ahmad)

KESEMBILAN : MENGULANGI PERKATAAN

Untuk memperjelaskan sesuatu maksud, Rasulullah SAW biasanya mengulangi sebutan perkataan sehingga tiga kali, terutama perkataan yang sukar dari segi maknanya.

KESEPULUH  : BERHUMOR DALAM KEBENARAN

Pecahkan suasana dengan sedikit humor/teladan tanpa dusta kerana dengannya, komunikasi akan tetap segar dan tidak membosankan. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : “Wahai Rasulullah, engkau berlawak dengan kami?” Nabi SAW menjawab : “Aku tidak mengatakan sesuau kecuali kebenaran”. (HR Tirmizi)

KESEBELAS : MENGGUNAKAN BAHASA TUBUH (BODY LANGUAGES)

Menurut kajian dan penelitian, komunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh 93% lebih efektif. Contoh komunikasi bahasa tubuh ialah menggunakan :

1.      Gerakan isyarat.

2.      Ekspresi wajah dan tatapan mata.

 3.     Penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut dan sebagainya.

 4.     Kaedah berpidato/berbicara seperti intonasi, penekanan, kualiti suara, gaya emosi dan gaya berbicara.

Inilah intipatinya, komunikasi bukan sekadar berpidato/berbicara tetapi juga melibatkan seluruh sistem yang ada pada tubuh kita. Komunikasi diibaratkan sebagai suatu pesanan yang boleh menjadi daya tarikan dan mampu merubah paradigma publik.

Objek dakwah amat memerlukan seni berbicara/berpidato dan berkomunikasi para pendakwah dalam membimbing dan memperdalamkan Islam secara baik dan sesuai dengan tingkatan kefahaman publik. Oleh yang demikian, berilah apa yang terbaik dari diri dan potensi kami, semoga kami juga akan mendapati merekalah yang terbaik di kalangan khalayak/kumpulan sasaran/pendengar umum/publik.

Ya Allah, kurniakanlah hikmah kepada kami melalui seni berpidato/berbicara dan berkomunikasi yang menarik manusia di sekeliling kami umpama magnet yang melekatkan apa sahaja objek yang didekati. Pindahkanlah kecintaan manusia kepada dunia dan segala perkara yang melalaikan ke arah cinta suci kepadaMu melalui kalam/perkataan dan komunikasi kami yang berkesan dan melekat di dinding-dinding hati manusia

No comments:

Post a Comment